GengWDGengWDGengWDGengWDGengWDGengWDGengWDGengWD

Keteladanan Kiai Tawali: Cahaya Ilmu dan Kemuliaan Hari Jum’at

waktu baca 3 menit
Jumat, 10 Okt 2025 10:01 0 79 Yasmi Media

Ditulis oleh: Soivi Mohamad Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

__________________________________________

Suatu waktu saya menghadiri pertemuan alumni lintas generasi di yayasan pesantren Miftahul Ihsan, 16 Agustus 2023. Acara tersebut dikemas sedemikan akrab, penuh haru, intim dan berkesan dibenak para alumni. Sehingga menjadi pintu gerbang untuk merenungkan kembali warisan dan keteladanan seorang figur pendiri yayasan pesantren Miftahul Ihsan, Kiai Tawali. Melalui pemutaran film dokumenter, pembacaan puisi, dan kesaksian para santri sepuh, tergambar jelas sebuah keteladanan sosok kiai pemimpin umat yang tidak hanya berfokus pada transmisi ilmu, tetapi juga pada pembinaan karakter dan kepedulian sosial.

Kiai Tawali mendirikan Pesantren Miftahul Ihsan dengan cita-cita mulia: menjadikan pesantren tersebut sebagai wadah keilmuan dan mendidik santrinya dengan pondasi ilmu agama yang kuat agar keberadaan mereka di masyarakat menjadi “cahaya yang memancarkan sinar pengetahuannya pada gelapnya nurani, akhlak, dan kebodohan akan ilmu pengetahuan.” Ungkapan ini menunjukkan bahwa Kiai Tawali melihat pendidikan agama bukan sekadar ritual, melainkan sebagai sebuah komitmen transformatif untuk mengatasi krisis moral dan intelektual dalam masyarakat. Pesantren, dalam pandangannya, adalah bengkel untuk mencetak agen perubahan yang berbekal ilmu dan etika.

Selain memiliki visi pendidikan yang mendalam, Kiai Tawali juga dikenal memiliki karakter personal yang patut diteladani. Sebagaimana kesaksian para sesepuh, alumni, dan santri yang pernah diajar langsung oleh kiai tawali, beliau adalah sosok yang sangat kuat mengajarkan nilai-nilai keislaman, rajin bersilaturahmi dengan saudara dan santrinya, serta memiliki tingkat kesabaran dan kasih sayang yang tinggi dalam mendidik para santri. Aspek silaturahmi menunjukkan bahwa nilai agama yang diajarkan Kiai Tawali tidak terhenti di ruang kelas, melainkan diimplementasikan dalam praktik sosial yang konkret, yaitu menjaga dan merawat tali persaudaraan. Ini merupakan bukti bahwa bagi Kiai Tawali, kesalehan pribadi harus sejalan dengan kontribusi sosial.

Ada satu cerita tentang kiai Tawali dan Penghormatan beliau terhadap Hari Jumat. Hari yang diyakini oleh umat islam sebagai hari yang mulia dan penuh berkah. Pitutur santri sepuh, bahwa Kiai Tawali tidak pernah absen menjadi imam solat jum’at. Bahkan, jika ada saudara atau warga yang tidak datang pada solat jum’at, maka Kiai Tawali menanyakannya atau mengutus seseorang untuk menjenguknya. sebab kiai tawali khawatir warga atau soudaranya tersebut dalam keadaan sakit atau sebab udzur yang lain. Ini merupakan cerita yang berkesan dan simbolis, bahwa bagi kiai Tawali, hari jum’at selain hari berkah dan mulia, juga beliau memanifestasikannya dalam symbol kepedulian.

Hal ini sejalan dengan satu riwayat Syekh az-Zandusty tentang kemuliyaan hari jum’at yang juga dikenala sebagai sayyidul ayyam (pemimpin hari-hari). Riwayat ini di nukil dari kitab Mawaidzh Usfhuriyah karangan Syekh Muhammad bin Abu Bakar Al Usfhuri, seorang ulama tersohor dari Mesir abad ke 17.

Adalah syekh as-Zandusty mendengar dari Abu Mansur Al Madzkur, ia berkata :

Allah memberikan Hari Sabtu kepada Nabi Musa bersama 50 Nabi dan Rasul di zamannya. Hari Minggu (Ahad) diberikan kepada Nabi Isa bersama 50 Nabi dan Rasul lainnya. Hari Senin diberikan kepada Nabi Muhammad beserta 63 Nabi dan Rasul lainnya. maka tersisalah hari jumat untuk Allah Ta’ala, Nabi SAW bersabda:

Wahai Tuhan, apa bagian untuk umatku dari-Mu?”, Allah berfirman “Wahai Muhammad, hari jumat dan sorga adalah milik-Ku, dan Aku telah memberikan jumat dan surga untuk umatmu, serta keridhoan-Ku bersama jumat dan surga sebagai hadiah untuk mereka”.

Secara keseluruhan, warisan Kiai Tawali yang disajikan melalui memori kisah para santri alumni dan sesepuh, merupakan perpaduan harmonis antara ilmu dan amal. Beliau mengajarkan ilmu agama sebagai pondasi dan kompas untuk menuntun kehidupan yang baik, benar, dan bijaksana. Pada saat yang sama, ia mencontohkan aplikasi praktis dari ilmu tersebut melalui kepedulian sosial yang intensif, terbukti dari kebiasaan mulianya di setiap hari Jumat. Keteladanan Kiai Tawali menjadi pengingat abadi bahwa peran seorang pendidik sejati adalah menciptakan cahaya pengetahuan yang juga disertai dengan kehangatan kasih sayang dan kepedulian terhadap kemanusiaan.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bottom Menu dengan Border Melengkung